Kelas
3 SD adalah terakhir kali aku merasakan naik bus Damri. Waktu itu aku menemani
almarhumah nenek mengunjungi rumah salah seorang saudarinya di Kabupaten Gowa,
tepatnya daerah Pallangga dekat stadion Kalegowa.
Posisi
duduk andalan tentu saja di bagian belakang, dan aku senang sekali kalau
kebagian tempat duduk paling belakang dan samping jendela. Karena posisi bangku
belakang lebih tinggi dari bangku lainnya.
Selain
itu, aku sebisa mungkin menghindari angin dari jendela yang terbuka dan ac
kendaraan, soalnya aku ini tipis, mudah sekali masuk angin hahaha.
Serius.
Penyakit
sedikit-sedikit-masuk-angin ini begitu menyusahkan dan menganggu integritasku
sebagai penikmat perjalanan jarak jauh
*cyah
Setelah
bus tidak beroperasi lagi, angkot atau bekennya di sini disebut pete'-pete' ini kemudian menjadi andalan
masyarakat untuk bepergian ke daerah sekitaran kota.
Tapi
nampaknya jumlah pete-pete' yang mengaspal di jalan raya begitu banyak dan
kerap menjadi biang kemacetan saat mengambil, menurunkan, dan menunggu
penumpang di bahu jalan, terutama di tempat publik yang sebenarnya di pinggir
jalan tersebut sudah disesaki kendaraan yang parkir.
Dan
kemudian Makassar butuh diupgrade perihal transportasi publiknya. Faktanya, banyaknya
angkot yang kerap menimbulkan macet dan ngetem di bahu jalan, sopir
ugal-ugalan, dan kejahatan di jalan yang terjadi membuat warga (termasuk daku)
mendambakan transportasi publik yang nyaman dan aman.
Ah
sebelumnya maaf tulisan ini bukan bermaksud untuk sok tahu, menyinggung atau
merendahkan pihak tertentu, bukan kok. Stay positive ya.
Oke
kembali membicarakan bus, saat pertama mendengar berita comebacknya *tjieh bahasanya dengan wujud yang lebih
oke, aku dengan semangat dan antusias yang sebenarnya tidak begitu perlu,
sangat sangat ingin untuk naik bus ini. Tinggal cari waktu, juga travelmate
dong. Emang mau kemana? Ya tidak ada tujuan mau kemana sih tapi di sini
tujuanku kan naik bus keliling kota, terserah aku kan hahaha