Percayalah
aku menulis ini tidak disertai perasaan apapun. Dan lagi, yang kubahas di sini bukannya
orang yang penting di keseharianku. Dari sini kalian sudah bisa menyimpulkan
apakah tulisan ini cukup penting atau tidak. Tapi karena sudah terlanjur di
sini, jadi kulanjut saja.
Aku sangat
tidak suka dengan orang yang terlalu banyak pencitraan. Seperti kuah sayur
bening yang diberi banyak-banyak micin. Aku kira hanya di kehidupan sekolah
saja akan banyak ditemui sosok bureng (pemburu ranking, istilahnya begitu). Tapi
menjelang semester tua sosok bureng itu terefleksi begitu halus, begitu licin,
dan mengecoh. Aku punya cerita, di kelasku, cewek berinisial K ini contohnya. Aku
tidak bilang aku membencinya, hanya saja, setiap dia bertingkah, ada rasa-rasa
menggelikannya.
Iya,
sebenarnya dari jaman maba aku tahu si K ini tipe orang ambisius, tapi ia cukup pemalu. Pemalu tapi attention seeker at the same time. Kalau ambisius sih tentu bisa jadi motivasi diri dan jadi nilai positif ya, tapi tidak jika tindak tanduk ambisiusme ini sudah berlebihan dan membuatnya cenderung manipulatif. Entah
ia beruntung, karena hanya aku dan beberapa orang yang tahu amisnya si K.
Beberapa
minggu yang lalu, ada beberapa postingan si K di instagram. Ya, bukan satu tapi
beberapa foto dirinya dengan caption yang intinya menyampaikan seperti ini; si
K capek kerja tugas terus, apalagi kalau itu tugas kelompok. Dia mengeluh,
kenapa yang namanya kerja kelompok harus selalu ia kerjakan seorang diri. Tapi di saat yang sama ia memberitahu bahwa
untunglah ada pacarnya yang membantunya mengerjakan tugas itu (show off). Di postingan
lain ia juga beberapa kali menyinggung teman kelompoknya (bukan aku) yang
katanya tidak punya perhatian pada tugas kelompoknya. Wah, sungguh usaha
pencitraan dengan dragging others down.