Tadi malam saya berkesempatan datang ke Perpustakaan BaKTI untuk menyimak diskusi bertajuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, yang diinisiasi Perempuan (di) Makassar bekerja sama dengan yayasan BaKTI.
Diskusi ini dibawakan oleh Ibu Lusi Palulungan dan Ibu Husaema Husain, membahas pemahaman tentang beragam bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak serta langkah preventif untuk mencegahnya. Dan untuk mencegah, kita harus memahami terlebih dahulu bentuk-bentuknya. Kekerasan berbasis gender ini bisa terjadi dalam bentuk fisik, psikologis, dan seksual. Sehingga intimidasi dan alienasi terhadap perempuan atas kinerjanya dalam pekerjaannya di masyarakat juga termasuk kategori kekerasan terhadap perempuan.
Mengapa kekerasan terhadap perempuan yang paling banyak dibicarakan? Bukankah laki-laki juga bisa mengalami kekerasan?
Contohnya bisa kita ambil dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dianggap sebagai hal yang lumrah dan merupakan ranah pribadi. Hal tersebut yang kerap kali membatasi korban untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami dan memilih mendiamkan kekerasan yang dialami. Apalagi jika pelaku kekerasan adalah suami yang menjadi pencari nafkah keluarga. Juga dapat diperparah dengan anggapan dan label negatif dari keluarga dan sekitar yang lekat dengan budaya patriarki dan toxic masculinity. Perempuan dianggap harus patuh terhadap suami termasuk menerima kekerasan. Tidak terbatas pada hubungan suami istri, hampir semua lini kehidupan bermasyarakat, menempatkan perempuan sebagai yang liyan. Pemahaman akan kesetaraan gender pun hanya berkutat di perayaan Hari Kartini dan kesalahpahaman antara kodrat dan gender.
Jika kebanyakan pelaku adalah orang terdekat, lantas di mana tempat yang aman bagi perempuan?
Bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Dalam hal ini, perempuan dan anak menjadi kelompok yang paling rentan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak utamanya kekerasan fisik dan seksual yang tidak jarang dilakukan oleh orang terdekat. Kasus-kasus seperti ini pada umumnya berakhir "secara kekeluargaan" dan tidak dilaporkan dan ditindak secara hukum (Bismillah sahkan RUUPKS!)
Tindakan pencegahan adalah langkah terbaik yang perlu dilakukan untuk mengakhiri kekerasan. Seperti edukasi mengenai gender dan kesetaraan sejak dini. Selain definisi tentang kekerasan dan jenis-jenis kekerasan, hal yang perlu dipahami semua orang juga adalah tindakan pendampingan dan pemulihan korban. Ketika kekerasan terjadi, ada banyak masalah yang kemudian muncul setelahnya. Kekerasan tidak seketika berakhir saat pelaku ditangkap dan dipenjara, akan tetapi ada proses pemulihan yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit untuk membantu korban kembali menjalani hidup dengan baik.
Apakah penyintas bisa benar-benar bisa menjalani hidup seperti semula?
Perempuan korban kekerasan seksual harus melewati beberapa fase pemulihan yang tidak mudah. Dimulai dari pemulihan fisik, trauma psikis, hingga tahap penerimaan terhadap diri sendiri dan lingkungan. Tidak ada korban yang dapat benar-benar sembuh. Prosesnya tidak semudah itu. Terkadang korban justru mengalami ketidakadilan seperti pengucilan di masyarakat dan pemberian label-label negatif.
Ada juga Focus Group Discussion untuk melibatkan para peserta diskusi untuk membahas lebih dalam definisi kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan seksual dan bagaimana pendampingan korban serta pencegahan kekerasan seksual.
Selain itu, mengupayakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perempuan dan anak sangat diperlukan. Memberikan dukungan dan tidak victim-blaming adalah upaya yang dapat membantu korban keluar dari lingkaran kekerasan.
Hal yang tidak kalah penting adalah pembekalan pengetahuan sejak dini melalui pola pengasuhan di keluarga. Dengan pemahaman awal tentang kekerasan akan berdampak terhadap pengurangan jumlah kasus kekerasan. Pada akhirnya, tentu saja butuh komitmen bersama dalam upaya memutus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Demi hidup setara bersama, demi dunia yang lebih baik.
Bonus foto halaman depan perpustakan BaKTI: